4  Jenis Indikator Teknikal yang Penting untuk Para Trader

By

Edukasi Trading

Pada dasarnya indikator teknikal forex dapat digolongkan menjadi empat jenis yaitu:

1. Arah Trend (Trend-Following)

Pergerakan harga di pasar forex tak hanya ke satu arah saja, melainkan bisa naik-turun. Kenaikan dan penurunan itu sendiri dapat terjadi dalam satu waktu saja, ataupun satu periode secara terus menerus. Ketika pergerakan harga terjadi terus menerus, maka terbentuklah yang dinamakan trend. Walaupun mungkin bisa profit dengan cara trading melawan arah trend, tetapi kebanyakan trader berusaha untuk bisa masuk pasar sesuai dengan arah trend utama. Telah terbukti bahwa cara trading dengan mengikuti arah trend sangat profitable.

Bagaimana maksud strategi ini?

Adalah menentukan kapan Anda harus buy atau sell secara searah dengan trend pasar yang sedang berlangsung. Salah satu jenis indikator teknikal bersifat sederhana, cukup powerful dan banyak digunakan adalah Simple Moving Average (SMA). Untuk melacak trend dengan menggunakan Simple Moving Average, maka kita perlu memasang dua indikator SMA dengan periode berbeda, misalnya SMA-50 Day dan SMA-200 Day.

Grafik EUR/USD H1 yang menggunakan SMA-50 Day dan SMA-200 H1 di atas dapat dibaca bahwa:

  1. Uptrend terjadi apabila garis  SMA-50 H1 (periode waktu jangka pendek) berada di atas garis  SMA-200 Day (periode waktu jangka panjang).
  2. Downtrend terjadi bila garis kurva SMA-50 h1 berada di bawah SMA-200 h1.
  3. Ketika pergerakan harga berada tepat pada garis SMA, berarti pasar sedang berkonsolidasi.
  4. Ketika terjadi perpotongan antara SMA-50 H1 dan SMA-200 H1, maka akan terjadi pergantian arah trend. Apabila SMA-50 H1 melintasi SMA-200 H1  ke arah bawah, berarti Uptrend berubah menjadi Downtren. Sedangkan jika SMA-50 H1 melintasi SMA-200 H1 ke arah atas, berarti Downtrend berubah menjadi Uptrend.

Dengan menggunakan indikator teknikal ini, Kita  bisa entry buy ketika harga bergerak di atas garis kurva SMA periode pendek (SMA-50 H1) yang menunjukkan Uptrend sangat kuat, atau sell ketika harga bergerak di bawah garis kurva SMA periode pendek yang menunjukkan Downtrend sedang kuat.

Hindari entry ketika pasar sedang konsolidasi, yaitu ketika harga bergerak tepat pada garis kurva SMA periode pendek. Probabilitas trading yang tinggi akan terjadi ketika terjadi perpotongan antara kedua garis kurva SMA. Entry sell ketika garis kurva SMA-50 H1 telah memotong garis kurva SMA-200 H1 dari atas ke bawah. Kemudian entry buy ketika garis kurva sma-50 H1 telah memotong garis kurva SMA-200 H1 dari bawah ke atas.

Kelemahan Indikator Teknikal SMA

Indikator teknikal penunjuk arah trend yang paling populer adalah SMA, tetapi besar kemungkinan akan terjadi kesalahan sinyal trading akibat keterlambatan indikator ini dalam merespon perubahan harga. Ini merupakan kelemahan utama SMA, berapapun kombinasi periode yang Anda terapkan. Namun, makin kecil periode yang Anda gunakan pada SMA, maka akan semakin rawan kesalahan.

Sebagai contoh berikut penggunaan SMA-50 M30 dan SMA-200 M30 pada EUR/USD M30 yang sama dengan contoh di atas akan menampilkan:

Jika kita amati, respon kedua garis kurva SMA tersebut jauh lebih cepat dibanding SMA-50 H1 dan SMA-200 H1 pada contoh sebelumnya, tetapi tingkat akurasinya lebih rendah, terutama bila pergerakan harga pasar sedang ranging (sideways). Sebaliknya, kombinasi SMA-50 H1 dan SMA-200 H1 lebih akurat dalam menunjukkan arah trend, tetapi lebih lambat dalam merespon perubahan harga. Ketika garis SMA keduanya berpotongan, arah trend pergerakan harga sudah terlebih dahulu berubah. Dalam prakteknya, tidak ada periode kombinasi yang paling akurat untuk indikator SMA. Anda mesti mencoba-coba mana kombinasi paling tepat bagi time frame tertentu yang Anda gunakan. Terlepas dari semua itu, Moving Average adalah murni indikator arah trend yang paling banyak digunakan trader.

Baca Juga : 7 Mitos Tentang Analisa Teknikal yang Terpatahkan

2. Konfirmasi Arah Trend (Trend Confirmation)

Indikator konfirmator trend yang paling populer adalah Moving Average Convergence Divergence (MACD). Pada intinya, jika indikator SMA dan MACD mengisyaratkan bullish, maka persepsi trader adalah buy. Sebaliknya, jika keduanya mengisyaratkan bearish maka persepsinya adalah sell.

Kombinasi Indikator MACD sebagai Konfirmator Trend

Arah trend bisa dikonfirmasikan dengan pergerakan garis kurva MACD itu sendiri, maupun garis-garis histogram OSMA (Oscillator’s Moving Average). Tampilan trend garis kurva MACD mencerminkan trend pergerakan harga. Ketika sedang bergerak uptrend akan terbentuk titik-titik higher highs (level tinggi yang makin tinggi), baik pada pergerakan harga maupun pada kurva MACD. Demikan juga ketika bergerak downtrend, akan terbentuk titik-titik lower lows (level rendah yang makin rendah) pada keduanya. Saat kurva MACD dan kurva sinyal berpotongan, maka kemungkinan akan terjadi perubahan arah trend.

3. Indikator Momentum Entry

Indikator ini digunakan untuk mengetahui tingkat kejenuhan suatu pergerakan harga. Dan tingkat kejenuhan diukur dengan keadaan overbought (jenuh beli) dan oversold (jenuh jual). Jenis indikator teknikal yang menunjukkan keadaan tersebut merupakan oscillator, dan yang populer adalah Relative Strength Index (RSI) dan stochastic. Aturan yang berlaku adalah:

  1. Kondisi overbought diperoleh bila garis RSI memotong level 70. Segera entry sell.
  2. Kondisi oversold bila garis RSI memotong level 30. Segera entry buy.

Dalam trading dengan indikator teknikal, faktor yang paling penting adalah penyesuaian antara pergerakan harga dengan pergerakan indikator teknikal pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini, saat entry bisa disesuaikan dengan pergerakan indikator Moving Average. Entry buy akan lebih kuat saat garis moving average periode pendek berada di atas periode yang lebih panjang, dan sebaliknya.

Baca Juga : Analisa Teknikal! Kunci Sukses dalam Trading Forex

4. Indikator Teknikal Untuk Menentukan Level Exit (Profit-Taking)

Setelah entry, kita harus mengetahui level yang paling optimal untuk exit dari pasar, tidak hanya berdasarkan perkiraan semata. Dalam hal contoh di atas, RSI bisa digunakan juga sebagai indikator untuk exit atau Take Profit. Untuk posisi buy, trader bisa exit ketika RSI mencapai level overbought. Sebaliknya untuk posisi sell, lakukan exit ketika RSI mencapai level oversold.Trader juga bisa menggunakan indikator Bollinger Bands (BB). Untuk posisi buy, trader bisa exit ketika harga telah menembus Upper Band (pita atas Bollinger Bands). Sedangkan untuk posisi sell, trader bisa exit ketika harga menembus Lower Band (batas bawah Bollinger Bands. Ingin belajar trading forex lebih lanjut? Download Ebook TPFX sekarang dan temukan ilmu trading yang terpercaya! Jangan lupa daftar menjadi trader di sini! TPFx merupakan perusahaan broker forex terpercaya dan diawasi serta diregulasi oleh BAPPEBTI.

image-artikel

Popular Jurnal